Tradisi dan Modernitas di Pesantren: Menjaga Warisan, Merangkul Masa Depan

darulmaarif.net – Indramayu, 08 November 2025 | 08.00 WIB

Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional di Indonesia memiliki sejarah panjang yang kaya akan budaya keilmuan dan spiritualitas. Namun, di era globalisasi dan kemajuan teknologi digital saat ini, pesantren menghadapi tantangan sekaligus peluang besar untuk bertransformasi, tanpa harus menghilangkan jati diri tradisionalnya. Bagaimana pesantren bisa menyeimbangkan nilai-nilai salaf yang menjadi pondasi dengan sistem modern yang menuntut adaptasi digital? Inilah persoalan kekinian yang menjadi fokus pembahasan dan refleksi.

Pesantren Salaf vs Kholaf: Dua Wajah Satu Tujuan

Pesantren salaf adalah bentuk asli dan klasik pesantren yang berfokus pada pendidikan keagamaan dengan metode pengajaran tradisional, khususnya penguasaan kitab kuning dan hafalan Al-Qur’an serta hadis. Sedangkan pesantren kholaf atau modern mengintegrasikan pendidikan agama dengan ilmu umum dan teknologi modern, termasuk kurikulum berbasis teknologi dan bahasa asing. Meskipun berbeda pendekatan, keduanya memiliki tujuan mulia sama: mendidik santri menjadi insan yang berilmu dan berakhlak mulia serta siap menghadapi tantangan zaman.

MisalnyaPondok Pesantren Sidogiri adalah contoh pesantren salaf yang sangat fokus pada kitab kuning dan metode tradisional-turots, sementara Pondok Modern Darussalam Gontor mengedepankan pendidikan terpadu yang mengkombinasikan ilmu agama dan ilmu umum dengan penggunaan bahasa asing dan teknologi. Integrasi ini bukanlah pertentangan, melainkan sinergi untuk menciptakan lulusan yang seimbang secara spiritual dan intelektual.

Digitalisasi Kurikulum Tanpa Menghapus Nilai Klasik

Digitalisasi pesantren bukan sekadar tren, melainkan kebutuhan strategis untuk menjawab tantangan zaman digital yang menuntut efisiensi pembelajaran dan pengelolaan pendidikan. Digitalisasi kurikulum meliputi penyediaan materi pembelajaran berbentuk e-book, video edukasi, serta sistem manajemen berbasis aplikasi yang memudahkan pengelolaan administrasi dan pembelajaran jarak jauh.

Namun, digitalisasi ini hendaknya mengedepankan harmoni, yakni menjaga nilai-nilai klasik pesantren seperti pengajian kitab kuning, diskusi tafsir Al-Qur’an, dan penghafalan hadis. Penggunaan teknologi seperti aplikasi digital kitab kuning, misalnya “Tarkib Digital,” memungkinkan santri dan masyarakat luas untuk memahami kitab kuning secara interaktif melalui smartphone tanpa menghilangkan esensi ilmu tradisional.

Contoh Integrasi Kitab Kuning dan Teknologi

Salah satu inovasi yang menjanjikan adalah digitalisasi kitab kuning di berbagai pesantren salaf. Dengan pemanfaatan teknologi, kitab-kitab klasik bisa diakses dalam format digital yang interaktif, dilengkapi terjemahan, penjelasan, dan kuis pengujian pemahaman. Hal ini memudahkan santri yang terbiasa dengan teknologi untuk belajar sembari mempertahankan metode klasik yang telah teruji.

Lebih lanjut, pelatihan guru untuk adaptasi teknologi digital, kolaborasi antar pesantren untuk pengembangan kurikulum dan penerapan sistem e-learning berbasis STEAM (Science, Technology, Engineering, Arts, Mathematics) berbasis nilai Islam menjadi langkah strategis yang diambil beberapa pesantren modern dan salaf secara bersamaan.

Pesan Ulama Mengenai Arus Modernitas

Sebagai generasi muda dan pesantren tentu tidak boleh pesimis apalagi apatis terhadap perkembangan arus modernitas yang terjadi saat ini, Mbah KH. Maimoen Zubair pernah menyampaikan:

Orang bijak harus sadar akan waktunya, menjaga lidahnya, dan menerima takdirnya.

Artinya: “Orang yang berakal, hendaknya bisa menjadi pribadi yang mengenal zamannya, menjaga lisannya, bertindak sesuai porsi posisi profesinya.”

Saat ini orang tua dan pesantren harus sadar, bahwa anak punya masa depan dan jamannya sendiri. Anak punya kontrak masing-masing dengan Tuhannya. Sayyidina Ali bin Abi Tholib berkata:

Ajarilah anak-anakmu, karena mereka diciptakan bukan di zamanmu

Artinya: “Didiklah anak-anakmu itu, karena sesungguhnya mereka diciptakan untuk mengisi masa depan bukan masamu”.

Akan tetapi harus tetap berpegang teguh pada kaidah usul fiqh ini:

Melestarikan yang lama dan mengadopsi yang baru, yang terbaik (dan Kayahi Hajj Marouf Amin, mantan ketua Dewan Syura Umum Persatuan Nahdlatul Ulama, menambahkan: “Dan lakukan reformasi ke arah yang terbaik, lalu ke arah yang terbaik, lalu ke arah yang terbaik.”)

Artinya: “Melestarikan sesuatu peradaban lama yang maslahat, dan mengambil sesuatu peradaban baru yang lebih maslahat (dan ditambahkan oleh KH Ma’ruf Amin Mustasyar PBNU) dan berkreasi atau berinovasi kepada sesuatu yang lebih maslahat, lebih bermaslahat lagi, dan paling maslahat).”

Menjawab Tantangan Masa Depan

Di masa depan, pesantren yang mampu menyeimbangkan tradisi dan modernitas akan menjadi lembaga pendidikan Islam yang tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang pesat. Mereka akan melahirkan generasi santri yang religius, berilmu, kreatif, dan adaptif terhadap perubahan zaman.

Pertanyaannya kini, bagaimana kita bisa memastikan bahwa dalam merangkul modernitas, pesantren tidak kehilangan jati diri dan nilai luhur warisan leluhur? Apakah digitalisasi dan teknologi hanya sekadar alat, atau sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi pesantren itu sendiri?

Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.

News
Berita
News Flash
Blog
Technology
Sports
Sport
Football
Tips
Finance
Berita Terkini
Berita Terbaru
Berita Kekinian
News
Berita Terkini
Olahraga
Pasang Internet Myrepublic
Jasa Import China
Jasa Import Door to Door

Download Film

Gaming center adalah sebuah tempat atau fasilitas yang menyediakan berbagai perangkat dan layanan untuk bermain video game, baik di PC, konsol, maupun mesin arcade. Gaming center ini bisa dikunjungi oleh siapa saja yang ingin bermain game secara individu atau bersama teman-teman. Beberapa gaming center juga sering digunakan sebagai lokasi turnamen game atau esports.