Guru Terima Hadiah dari Murid, Bolehkah? Inilah Penjelasan Hukum dan Dalilnya!

darulmaarif.net – Indramayu, 27 Oktober 2025 | 09.00 WIB

Di tengah dinamika dunia pendidikan saat ini, sering muncul pertanyaan apakah guru menerima hadiah dari murid itu diperbolehkan secara syariat. Dalam situasi di mana siswa ingin mengapresiasi jasa gurunya, umumnya mereka menghadiahkan sesuatu sebagai tanda terima kasih. Namun, sebagian orang beranggapan guru tidak boleh menerima hadiah apalagi jika status hadiah itu sebagai sedekah. Lantas, bagaimana hukumnya guru menerima hadiah dari murid menurut ajaran Islam?

Dalam pembahasan ini, kita akan menjelaskan secara lengkap dengan rujukan dari kitab kuning dan hadits shahih yang menjadi dasar hukum yang jelas.

Hukum Guru Menerima Hadiah dari Murid dalam

Seorang guru menerima hadiah dari muridnya adalah hal yang diperbolehkan dalam Islam. Tidak ada satupun ulama yang melarang guru menerima hadiah dari muridnya, selama hadiah tersebut bukan berupa gaji atau pembayaran langsung atas pengajarannya. Hal ini diperkuat dengan hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan dalam Sunan Ibnu Majah bab tentang adab mengajar dan menerima hadiah:

Dari Ubadah bin al-Samit beliau berkata: Aku mengajari beberapa orang dari kaum Suffah Al-Qur’an dan menulis, dan salah satu dari mereka membungkuk kepadaku, dan aku berkata: Tidak dengan uang, dan membuangnya demi Allah, maka aku bertanya kepada Rasulullah tentang hal itu, dan dia berkata: “Jika kamu senang dikelilingi oleh lingkaran api, maka terimalah.”

Artinya: “Sahabat Ubadahvbin shamit rodliyaLlohu ‘anhu bercerita bahwa ia mengajarkan al-Qur’an kepada orang-orang aAhlussuffah (yang tinggal di masjid nabawi). Kemudian seorang pria dari mereka memberi hadiah kepada beliau, sebuah busur. Bukan harta dan dipakai untuk jihad perang. Beliau menceritakan hal ini kepada Nabi untuk minta arahan. Nabi pun menjawab, “Kalau kamu bahagia: gara-gara benda itu kamu dikalungi api neraka, maka terimalah.” (HR. Imam Ibnu Majah)

Perbedaan Antara Hadiah, Upah, dan Sedekah bagi Guru

Guru menerima hadiah dari murid harus dibedakan dengan menerima upah atau bayaran mengajar. Sebagian ulama memandang menerima upah sebagai hal yang kurang dianjurkan jika menjadikan pengajaran semata-mata sebagai bisnis (mencari keuntungan duniawi), sedangkan hadiah untuk penghargaan atau tanda kasih sayang tidak masalah.

Mengenai status bingkisan sebagai sedekah, perlu diperhatikan secara khusus karena sedekah kepada umat beragama atau ustadz sangat pahalanya. Dalam kitab Bugyatul Mustarsyidin, Imam Suyuthi menyebutkan pahala sedekah sebagai berikut:

[ ﻓﺎﺋﺪﺓ ‏] Al-Suyuti menyebutkan dalam Khumasinya bahwa pahala sedekah ada lima macam:
Satu adalah sepuluh, yang merupakan tubuh yang benar, dan satu adalah sembilan puluh. Berlaku bagi orang buta dan orang fakir, satu untuk sembilan ratus, dan untuk kerabat yang membutuhkan, dan satu untuk seratus ribu, yaitu tentang Orang Tua, satu sama dengan sembilan ratus ribu, dan itu adalah ulama atau ahli hukum. Ah.

  1. Sedekah pada orang sehat jasmani, pahalanya 10 kali lipat.
  2. Sedekah pada orang buta atau terkena musibah, pahalanya 90 kali lipat.
  3. Sedekah pada kerabat yang membutuhkan, pahalanya 900 kali lipat.
  4. Sedekah pada kedua orang tua, pahalanya 100.000 kali lipat.
  5. Bersedekah kepada orang shaleh atau agamis, pahalanya mencapai 900.000 kali lipat.

Oleh karena itu, guru yang menerima anugerah dari siswanya dalam rangka amal sangat dianjurkan dan mendapat pahala yang luar biasa dari Allah SWT.

Pandangan Ulama tentang Guru Menerima Hadiah dari Murid

Dalam penjelasan kitab Fathul Baari (syarh Shohih Bukhori), bahwa hadiah yang diberikan tidak harus mengandung maksud upah;

(Fath al-Bari, penjelasan Sahih al-Bukhari)
Kemudian orang yang memberi petunjuk berkata, “Tidak perlu dia bermaksud menjadikan Mahdi ramah kepadanya atau kepadanya.” Entah itu bantuannya atau uangnya, mana yang lebih baik, yang pertama dan ketiga diperbolehkan karena dia mengharapkan Ini adalah tambahan yang indah, dan Anda mungkin ingin Dia membutuhkan, dan Mahdi tidak memaksakan diri, jika tidak, dia akan memikirkannya, dan itu mungkin Alasan untuk kasih sayang dan kebalikannya. Adapun yang kedua, jika karena kemaksiatan, maka tidak boleh. Suap, meskipun untuk ketaatan, maka dibolehkan, meskipun untuk ketaatan. Boleh, boleh saja, namun jika Mahdi tidak menjadi hakim baginya
Kemudian orang yang memberi petunjuk berkata, “Tidak perlu niat kasih sayang Sang Mahdi kepadanya atau apakah itu bantuannya atau uangnya, mana yang lebih baik, yang pertama dan ketiga boleh karena dia mengharapkan. Ini adalah tambahan yang indah, dan kamu mungkin menginginkannya. Tidak boleh Suap, meskipun untuk ketaatan, maka dibolehkan, meskipun untuk ketaatan. Boleh, namun boleh jika bukan Mahdi yang menjadi penengahnya.

Artinya: “Dalam kitab Fathul Baari Syarh Shohih Bukhori disebutkan bahwa orang yang memberikan hadiah tidak lepas dari suatu maksud, yaitu bisa berupa tiga hal: kasih sayang kepada yang diberi hadiah, bantuan, atau harta benda. Yang paling utama adalah niat kasih sayang, sedangkan niat harta benda (materi) diperbolehkan karena diharapkan membawa tambahan kebaikan yang indah.

Niat tersebut bisa dianjurkan jika orang yang menerima hadiah memang membutuhkan dan tidak diberi beban untuk menerimanya. Namun jika orang yang menerima hadiah merasa keberatan, maka sebaiknya hadiah tersebut tidak diberikan karena dapat menimbulkan keretakan hubungan hati dan sebaliknya.

Adapun niat kedua, yaitu pemberian hadiah untuk tujuan maksiat, tidak diperbolehkan dan haram. Jika hadiah diberikan untuk tujuan ketaatan, maka dianjurkan untuk diterima. Sedangkan jika hadiah diberikan secara suka rela dan diperbolehkan, maka itu pun boleh diterima.

Namun jika yang menerima hadiah itu bukan seorang hakim atau penguasa, maka berlakulah hukum ini sebagaimana telah dijelaskan di atas.” (Fathul Baari, syarh Shohih Bukhori)

Dalam kitab Fathul Mun’im (syarah Shohih Muslim), jika suatu pemberian mengandung unsur syarat, mengandung niat maksiat, atau merupakan bentuk suap, maka tidak diperbolehkan dan termasuk perbuatan tercela. Hal ini sesuai dengan pendapat Ibnu ‘Aroby sebagai berikut:

(Fath al-Moneim, penjelasan Shahih Muslim)
Ibnu Arabi berkata: Orang yang memberi petunjuk tidak perlu meniatkan: (1) keramahan Al-Mahdi terhadapnya, (2) bantuannya, (3) atau uangnya, maka yang pertama lebih diutamakan, dan yang ketiga boleh, karena ia mengharapkan agar kelebihan itu dikembalikan kepadanya dengan indah, dan boleh saja diinginkan jika ia membutuhkan, dan Sang Mahdi tidak memaksakan diri, sebaliknya ia tidak menyukainya. [مثل هذا في عصرنا ما يجري في الأفراح والأعياد والمناسبات] Adapun yang kedua, jika karena kemaksiatan maka tidak boleh yaitu suap, dan jika karena ketaatan maka dibolehkan, dan jika diperbolehkan maka boleh, namun demikian jika yang diberi hadiah bukan penguasa. Oh

Artinya: “Imam Ibnu ‘Aroby mengatakan bahwa orang yang memberi hadiah biasanya memiliki tiga maksud utama, yaitu: (1) kasih sayang kepada yang diberi hadiah, (2) membantu penerima, atau (3) memberikan harta benda.

Dari ketiga maksud tersebut, yang paling utama adalah niat kasih sayang, sedangkan memberikan harta benda diperbolehkan karena diharapkan dapat memperoleh balasan lebih baik dengan cara yang baik. Pemberian hadiah juga dianjurkan terutama jika penerima memang membutuhkan dan tidak memaksakan diri untuk menerimanya. Jika penerima merasa terbebani, maka pemberian semacam ini menjadi tidak dianjurkan, misalnya seperti kejadian yang sering terjadi pada pesta dan hari raya saat ini.

Adapun maksud kedua, yaitu memberikan hadiah untuk tujuan maksiat, maka hal itu tidak diperbolehkan karena termasuk suap. Tetapi jika hadiah diberikan untuk tujuan ketaatan atau hal yang baik, maka dianjurkan. Jika hadiah diberikan secara sukarela dan tidak mengandung keberatan, maka itu juga diperbolehkan. Namun syarat ini berlaku dengan catatan penerima hadiah bukanlah seorang penguasa atau hakim.” (Fathul Mun’im Syah Shohih Muslim)

Rekomendasi bagi Murid dan Guru

  1. Guru menerima hadiah dari murid adalah halal dan dibolehkan selama bukan upah langsung yang mengubah hubungan guru-murid menjadi transaksi bisnis.
  2. Pemberian yang bermakna sedekah kepada guru merupakan amalan mulia yang pahalanya berlipat ganda.
  3. Siswa dan wali siswa dapat memberikan hadiah sebagai ungkapan terima kasih dan penghargaan tanpa syarat.
  4. Guru pun harus menerima hadiah itu dengan ikhlas dan tidak mengharapkannya sebagai upah.

Menghargai jasa guru dengan memberikan hadiah merupakan bentuk rasa hormat dan syukur yang sangat mulia. Seorang guru menerima bingkisan dari muridnya bukan sekedar perbuatan biasa, melainkan sebuah ikatan kasih sayang dan penghargaan yang patut mendapat pahala yang besar, apalagi jika niat memberi adalah sedekah. Dengan memahami batasan hukum dan niat di balik pemberian hadiah, maka hubungan antara guru dan siswa akan menjadi lebih harmonis dan membawa manfaat spiritual dan duniawi. Oleh karena itu, mari kita jadikan setiap pemberian sebagai motivasi untuk terus menebar ilmu dengan ikhlas dan memberikan rasa hormat yang semestinya kepada guru kita.

Semoga bermanfaat. Wallohu A’lam

News
Berita
News Flash
Blog
Technology
Sports
Sport
Football
Tips
Finance
Berita Terkini
Berita Terbaru
Berita Kekinian
News
Berita Terkini
Olahraga
Pasang Internet Myrepublic
Jasa Import China
Jasa Import Door to Door

Download Film

Gaming center adalah sebuah tempat atau fasilitas yang menyediakan berbagai perangkat dan layanan untuk bermain video game, baik di PC, konsol, maupun mesin arcade. Gaming center ini bisa dikunjungi oleh siapa saja yang ingin bermain game secara individu atau bersama teman-teman. Beberapa gaming center juga sering digunakan sebagai lokasi turnamen game atau esports.